festajunina.site – Warga bernama Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin menggugat UU Nomor 12 Tahun 1980 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta agar uang pensiun bagi anggota DPR dihapus, karena dinilai tidak adil dan membebani keuangan negara.
Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025 dan ditujukan terhadap Pasal 1 huruf a, Pasal 1 huruf f, dan Pasal 12 dalam UU tersebut yang mengatur hak keuangan dan administrasi pimpinan serta anggota lembaga tinggi negara.
⚖️ Pensiun DPR Dinilai Terlalu Istimewa
Pemohon mempersoalkan status anggota DPR sebagai anggota lembaga tinggi negara yang membuat mereka tetap berhak mendapat uang pensiun meskipun hanya menjabat selama satu periode atau lima tahun.
“Tidak seperti pekerja biasa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia tetap berhak atas uang pensiun meski hanya menjabat satu periode alias lima tahun. Hak ini dijamin UU Nomor 12 Tahun 1980,” ujar pemohon dalam gugatannya yang dikutip Rabu (1/10/2025).
Pemohon menilai aturan ini tidak selaras dengan prinsip keadilan sosial, karena rakyat biasa harus bekerja puluhan tahun untuk mendapatkan pensiun, sementara anggota DPR bisa mendapatkannya hanya dengan masa jabatan singkat.
💰 Besaran Pensiun dan Tunjangan Hari Tua
Pemohon mengungkap bahwa berdasarkan aturan yang berlaku, besaran pensiun pokok anggota DPR dihitung 1% dari dasar pensiun untuk setiap bulan masa jabatan, dengan ketentuan minimal 6% dan maksimal 75% dari dasar pensiun.
Selain itu, terdapat surat Kementerian Keuangan dan edaran Sekretariat Jenderal DPR yang menyebutkan pensiun anggota DPR mencapai sekitar 60% dari gaji pokok.
“Rakyat biasa harus menabung lewat BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain yang penuh syarat, anggota DPR justru mendapat pensiun seumur hidup hanya dengan sekali duduk di kursi parlemen,” kata pemohon.
Pemohon juga menyoroti adanya tunjangan hari tua (THT) sebesar Rp15 juta yang diberikan sekali kepada anggota DPR setelah berhenti menjabat.
📊 Perbandingan dengan Profesi Lain
Pemohon membandingkan skema pensiun anggota DPR dengan pejabat negara dan profesi lain.
Hakim Mahkamah Agung, ASN, anggota TNI, Polri, hingga auditor BPK baru berhak atas pensiun setelah masa kerja minimal 10 hingga 35 tahun.
Sedangkan, anggota DPR cukup menjabat satu periode untuk memperoleh hak pensiun seumur hidup. Hal ini dianggap sebagai privilese berlebihan yang tidak sesuai dengan semangat keadilan bagi seluruh rakyat.
💸 Beban untuk APBN
Pemohon memaparkan bahwa sejak UU 12/1980 diberlakukan hingga 2025, diperkirakan sudah ada 5.175 anggota DPR yang menjadi penerima pensiun.
“Total beban APBN mencapai Rp226.015.434.000 (Rp226 miliar),” ujar pemohon.
Menurut mereka, dana tersebut seharusnya dapat dialokasikan untuk sektor yang lebih produktif dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Mereka menilai penggunaan uang pajak untuk membayar pensiun anggota DPR tidak tepat dan merugikan rakyat.
📑 Petitum Gugatan ke MK
Dalam gugatannya, Lita dan Syamsul meminta MK:
- Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya.
- Menyatakan Pasal 1 huruf a UU 12/1980 tidak berlaku bagi Presiden dan DPR.
- Menyatakan Pasal 1 huruf f UU 12/1980 hanya berlaku untuk anggota Dewan Pertimbangan Agung, BPK, dan Hakim MA.
- Menyatakan Pasal 12 ayat (1) UU 12/1980 tidak berlaku bagi anggota DPR.
- Memerintahkan pemuatan putusan dalam Berita Negara RI.
Mereka juga meminta MK mengeluarkan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) apabila memiliki pertimbangan lain.
🟢 Isu Keadilan dan Efisiensi Anggaran
Gugatan ini memantik diskusi publik tentang keadilan dalam pengelolaan dana negara. Banyak pihak menilai bahwa hak pensiun anggota DPR seharusnya diatur lebih proporsional dengan mempertimbangkan masa jabatan dan kontribusi nyata.
Langkah hukum ini juga menjadi momentum bagi masyarakat untuk menyoroti pengelolaan anggaran negara, khususnya terkait hak-hak istimewa pejabat publik yang dianggap tidak relevan di tengah tuntutan efisiensi dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
🌟 Kesimpulan
Perkara yang diajukan ke MK ini menjadi sorotan nasional karena menyangkut hak keuangan wakil rakyat yang dinilai berlebihan dibandingkan rakyat biasa.
Putusan MK nantinya akan menentukan apakah sistem pensiun DPR akan direvisi demi mewujudkan keadilan sosial dan mengurangi beban anggaran negara.
📌 Catatan: Sidang perkara ini masih berlangsung dan menunggu keputusan MK, yang diharapkan dapat menjawab tuntutan publik akan keadilan dalam pengelolaan dana pensiun pejabat negara.
Cek juga platform artikel terbaru dari rumahjurnal

