festajunina.site Keraton Kasunanan Surakarta tengah bersiap menyambut momen bersejarah: pelantikan Gusti Purbaya sebagai Sri Susuhunan Pakubuwono XIV. Upacara ini dikenal dalam tradisi Jawa sebagai Jumenengan Dalem Nata Binayangkare, yakni prosesi kenaikan tahta raja baru.
Momen ini menjadi sorotan nasional, karena menandai kelanjutan garis kepemimpinan dalam salah satu pusat kebudayaan Jawa tertua yang masih bertahan hingga kini. Tradisi panjang Keraton Surakarta, yang menjadi simbol warisan Mataram Islam, kembali hidup dalam prosesi sakral ini.
Undangan resmi pelantikan telah beredar luas di kalangan masyarakat dan tokoh adat. Surat tersebut ditandatangani oleh GKR Timoer Rumbay Kusuma Dewayani, yang bertindak sebagai ketua panitia pelantikan.
Makna dan Prosesi Jumenengan
Upacara Jumenengan Dalem merupakan salah satu tradisi paling sakral di lingkungan keraton. Dalam budaya Jawa, jumenengan bukan sekadar seremonial pengangkatan, melainkan bentuk penegasan spiritual bahwa seorang pemimpin baru telah menerima amanah dari leluhur dan rakyatnya.
Prosesi ini biasanya diawali dengan serangkaian ritual yang dilakukan di dalam kompleks keraton, di antaranya tapa brata, siraman pusaka, serta doa bersama yang dipimpin oleh para abdi dalem dan sesepuh keraton. Semua kegiatan dilakukan dengan tata cara turun-temurun yang sudah dijaga selama ratusan tahun.
Setelah prosesi internal selesai, barulah dilaksanakan acara wilujengan agung yang terbuka bagi tamu undangan dari berbagai lapisan masyarakat. Dalam acara ini, raja baru akan mengenakan busana kebesaran tradisional lengkap dengan mahkota dan lambang kebesaran keraton, seperti kalung karseta dan keris pusaka Kiai Kopek.
Siapa Gusti Purbaya?
Gusti Purbaya merupakan putra dari mendiang Pakubuwono XIII, raja sebelumnya yang memimpin Keraton Kasunanan Surakarta. Ia dikenal sebagai sosok yang berpendidikan dan memiliki komitmen tinggi terhadap pelestarian budaya Jawa.
Selama ini, Gusti Purbaya aktif dalam berbagai kegiatan kebudayaan dan sosial, baik di dalam maupun di luar keraton. Ia sering mewakili keluarga besar Kasunanan dalam acara-acara budaya seperti sekaten, kirab pusaka, hingga merti desa di berbagai wilayah Jawa Tengah.
Pelantikan Gusti Purbaya sebagai Pakubuwono XIV diharapkan dapat membawa angin segar bagi keraton, yang dalam beberapa tahun terakhir menghadapi berbagai dinamika internal. Banyak pihak menaruh harapan agar di bawah kepemimpinannya, keraton kembali menjadi pusat spiritual dan kebudayaan yang solid dan harmonis.
Harapan untuk Persatuan Keraton
Keraton Surakarta dalam beberapa dekade terakhir menghadapi tantangan besar berupa dualitas kepemimpinan dan perbedaan pandangan di antara keluarga besar keraton. Situasi tersebut sempat menimbulkan kebingungan publik mengenai siapa raja yang sah.
Dengan dilantiknya Gusti Purbaya, masyarakat berharap situasi tersebut dapat menemukan titik terang. Banyak kalangan menilai bahwa proses pelantikan ini bukan hanya pergantian simbolik, tetapi juga langkah menuju rekonsiliasi internal.
Tokoh budaya Solo, Raden Bagus Haryo Wibowo, menilai bahwa pelantikan Pakubuwono XIV dapat menjadi momentum untuk memulihkan wibawa keraton. “Keraton harus menjadi pusat harmoni, bukan konflik. Gusti Purbaya memiliki peluang besar untuk mempersatukan semua pihak,” ujarnya.
Dukungan dari Pemerintah dan Tokoh Budaya
Pemerintah daerah Surakarta menyatakan dukungannya terhadap pelaksanaan prosesi jumenengan. Wali Kota Surakarta menegaskan bahwa pemerintah akan membantu menjaga keamanan dan kelancaran acara, mengingat antusiasme masyarakat yang tinggi terhadap peristiwa ini.
Selain dari pemerintah, sejumlah tokoh kebudayaan, akademisi, dan masyarakat adat juga menyambut baik pelantikan ini. Mereka melihatnya sebagai simbol kebangkitan tradisi dan pelestarian nilai-nilai luhur Jawa.
“Di tengah arus modernisasi yang cepat, keberadaan keraton adalah jangkar moral dan identitas budaya. Pelantikan Pakubuwono XIV adalah bukti bahwa tradisi masih hidup dan dihormati,” kata salah satu dosen sejarah budaya Universitas Sebelas Maret.
Arti Penting Keraton bagi Masyarakat Jawa
Keraton Surakarta bukan hanya simbol kekuasaan raja, tetapi juga pusat spiritual, seni, dan adat istiadat. Selama ratusan tahun, keraton berperan sebagai penjaga warisan budaya Jawa, termasuk tari-tarian klasik, musik gamelan, sastra, dan tradisi upacara adat.
Selain itu, keraton juga menjadi tempat pembelajaran nilai-nilai kehidupan seperti kesabaran, kebijaksanaan, dan keseimbangan hidup — prinsip yang dikenal dalam filosofi Jawa sebagai “ngeli tanpa keli” (beradaptasi tanpa kehilangan jati diri).
Dengan hadirnya Pakubuwono XIV, masyarakat berharap nilai-nilai luhur itu dapat kembali diperkuat dan diwariskan ke generasi muda. Banyak kalangan muda Solo kini mulai tertarik kembali mempelajari tradisi, bahasa, dan filosofi Jawa, terutama melalui kegiatan yang digelar oleh keraton.
Penutup: Pelantikan yang Sarat Makna
Pelantikan Sri Susuhunan Pakubuwono XIV menjadi penanda kelanjutan sejarah panjang Kesunanan Surakarta sebagai salah satu pilar peradaban Jawa. Lebih dari sekadar seremoni, jumenengan kali ini mengandung makna spiritual yang mendalam: melanjutkan estafet kepemimpinan yang berakar pada nilai-nilai luhur, kebijaksanaan, dan pengabdian kepada rakyat.
Gusti Purbaya dihadapkan pada tantangan besar — menjaga warisan leluhur sekaligus menjembatani masa depan keraton agar tetap relevan di era modern. Namun dengan dukungan masyarakat, pemerintah, dan keluarga besar Kasunanan, banyak yang percaya bahwa babak baru ini akan membawa keraton kembali bersinar sebagai simbol harmoni, kebudayaan, dan kebijaksanaan Jawa.

Cek Juga Artikel Dari Platform zonamusiktop.com
